Ahad, 15 November 2009

MITOS DALAM KONFRONTASI DENGAN SEKULARISASI DI NTT

Carol Tefa

Manusia dan dunia pada prinsipnya senantiasa mengalami reformasi dalam beragam aspek kehidupan secara kontinyu. Hal ini bergantung pada sejauh mana manusia berpretensi untuk menjadi manusia yang berinisiatif, kreatif dan inovatif. Semuanya ini diwujudkan dalam kerja kerasnya mencari tahu prinsip-prinsip hidup yang mendukung keberlangsungan dinamika kehidupan di dalam dunia dengan baik dan teratur. Selanjutnya dengan akal budi yang ada, manusia dimungkinkan untuk mengaplikasikan kreativitasnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia sendiri.
Dalam hubungan dengan dinamika kehidupan manusia (mikrokosmos) dan dunia (makrokosmos) mestinya disadari bahwa ternyata masyarakat Nusa Tenggara Timur pada umumnya sudah dan sedang bergerak menuju sekularisasi global. Dengan ini nampak bahwa keterbukaan masyarakat NTT terhadap kultur asing berada pada taraf yang diharapkan. Budaya-budaya asing di satu sisi berdampak positif terutama dalam menstimulisasi masyarakat untuk keluar dari ketertutupan diri menuju modernitas, kebebasan dan keluasan berpikir , tanpa satu orientasi untuk mengisolasi originalitas kultur-kultur pribumi. Di sisi lain, hal ini bisa berdampak negatif karena masyarakat pribumi dalam ketidaksadaran bisa mengeliminasi kultur lokal dan melulu hidup dalam totalitas kultur asing. Karena itu, perpaduan yang proporsional antara kultur lokal dan kultur asing dibutuhkan agar dampak negatif ini bisa dihindarkan.
Dalam kaitannya dengan kultur atau kebudayaan ini kita mengenal tradisi-tradisi yang mistis-magis dalam kebudayaan kita. Tradisi ini sangat berpengaruh dalam perjumpaan kita dengan dunia yang sudah sangat rasional dan global ini. Dari padanya kita dipertemukan dengan dunia yang sudah begitu berkembang ini. Oleh karena itu, wajar kalau kita memelihara tradisi ini sebagai kekayaan pertama masyarakat budaya kita. Artinya kita tidak lekas mengeliminasi tradisi ini ketika dipertemukan dengan tradisi kedua atau ketiga lainnya yang terkesan lebih menarik. P. Drs. Ansel Doredae, SVD, MA, dalam diktat “Manusia dan Kebudayaan Indonesia” menulis bahwa kultur tertentu dari tiap-tiap individu adalah pusat atau dasar keberakaran (militansi) diri dari masyarakat per individu sehingga kultur yang telah mengakar dan membudaya dalam diri individu akan hidup sebagai keutamaan personal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia hidup dalam suatu kultur yang membentuk sikap, pola pikir dan tingkah lakunya sehingga keberakaran dirinya bertumbuh dan berkembang dalam kultur lokal tersebut. Kebudayaan seyogyanya menjadi dasar pertumbuhan diri dan kepribadian manusia. Dalam hal ini, mitos-mitos dalam suatu kebudayaan tertentu dikatakan baik (rasional dan dapat dipertanggungjawabkan) sejauh kultur tersebut dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat pemilik kebudayaan tanpa satu diskriminasi terhadapnya. Itu berarti mitos dalam suatu kultur tertentu yang lahir sebagai suatu asumsi atau prasangka terhadap realitas yang dianggap luar biasa dan dan kemudian bisa dijadikan norma yang mengatur keharmonisan hidup dalam suatu kumpulan masyarakat tertentu tidak boleh mengorbankan manusia dalam penerapannya. Ia harus ditelusuri secara mendalam agar tetap memberikan keuntungan kepada manusia tanpa menghilangkan mitos itu sendiri.
Kita melihat mitos masyarakat Palue di Kabupaten Sikka tentang Ine Pare. Masyarakat Palue yang percaya pada mitos yang mengatakan bahwa benih padi yang dibawa dari tempat lain ke tempat itu jika ditanam akan mati atau akan menelan korban jiwa. Memang mitos dalam kebudayaan tertentu mesti diakui dan diterima sebagai kekayaan tradisional suatu daerah yang khas. Tapi hemat saya, kita mesti berpikir secara rasional, dalam arti bahwa padi sebagai sesuatu yang urgen dan menjadi sumber kehidupan manusia diklaim sebagai hal yang mitis, sesungguhnya sangatlah kontradiktif terhadap rasionalitas pemikiran kita. Atau misalkan; Kultur masyarakat Boti di Kabupaten TTS yang melarang masyarakatnya untuk bekerja pada hari minggu termasuk aktivitas masak-memasak. Makanan yang menjadi jatah makan untuk hari minggu sudah disiapkan pada hari sebelumnya. Praktik ini menjadi petaka bagi masyarakat karena dapat menyebabkan mereka terserang penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang tidak sehat.
Habermas dalam beberapa pemikirannya mengafirmasi peranan penting dari diskursus rasionalitas komunikatif. Maksudnya ialah bahwa kita sebaiknya menkonstruksi suatu realitas dalam suatu ranah yang saling memahami. Pikiran kita diharapakan tidak menterjemahkan realitas begitu-begitu saja tanpa suatu pendalaman dan pengertian yang baik terhadapnya agar realitas itu akhirnya menjad berguna bagi diri bukan sebaliknya. Dalam pemikiran seperti ini pula kita harus memahami eksistensi dari mitos-mitos yang hadir dalam kebudayaan kita masing-masing. Tentunya membuat mitos-mitos menjadi lebih rasional agar bisa diterima dengan baik bukan berarti kita telah berupaya mendiskriminasi atau bahkan mengeliminasinya dari kebudayaan kita.
Di wilayah NTT terdapat begitu banyak budaya lokal yang berpotensi memperkaya khazanah kebudayaan lokal. Akan tetapi sangat diharapkan kultur-kultur yang kompleks itu dapat memberikan andil bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, semua kebudayaan (mitologi) kita berfungsi secara baik dalam masyarakat NTT dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dalam konfrontasinya dengan sekularisasi global.


PUISI-PUISI: OLU TEFA

Pada Sebuah Nama
Mata ini terpahat pada sebuah nama,
Nama yang kian membeku
Terukir pada wajah oval sang mentari

Ingin kugenggam jemari semesta
Persis di pucuk pagi
Berhasrat memetik nama itu pada sayap-sayap mentari

Tapi. . .
Malam enggan torehkan senyum,
Terpaku dalam balutan mimpi-mimpi

Aku hendak menangkap gelegar suaraku
Yang melekat pada dinding-dinding gua
Saat nama itu kuteriakkan kemarin

Tapi sayang. . .
Malam masih bermimpi !


Sang Malam
Malam menjemputnya
Persis di batas hari ini

Menghantar dia menyongsong pagi
Terlebur dirinya dalam pelukan khayal
Di sudut malam

Malam mengulum
Malam merayu
Malam melumat

Berjuta rasa lemahkan raganya
Selaksa asa taklukkan rasanya
Terhanyut dirimya dalam selimut malam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan