Khamis, 12 November 2009

Risalah Diskusi Wisma Arnoldus “Globalisasi : Siapa Mendikte? (Tentang Rencana Pertambangan di Lembata)

Pemakalah: Kae Gusti Fasak
Tempat : Pendopo pav. atas wisma Arnoldus
Waktu : Jumat, 23 Oktober 2009 (pukul 20:30-22:00)

I. Suara Moderator
Diskusi seputar rencana pengembangan industri pertambangan di Flores dan Lembata terus saja menghangat. Para kapitalis dan pemilik modal yang didukung oleh pihak pemerintah belum pernah ‘jerah’ memperjungkan rancana eksploratif mereka. Meskipun perlawanan rakyat terhadap pertambangan sudah berlangsung lama, baik dalam bentuk demonstrasi, ritus penolakan, dan diplomasi tetapi kekuasaan politik-kapitalis lebih gigih dan tak ada tandingannya. Begitu juga usaha-usah dari berbagai LSM pro rakyat, , JPIC, biarawan/I, dan para pencita lingkungan terdengar hambar saja dihadapan tegarnya hati para penguasa. Pertambangan terus dijalankan. Terakhir pertambangan mangan di pulau Timor yang merenggut korban nyawa. Terhadap hal ini, seorang penulis pernah berkomentar dalam sebuah artikelnya; “mungkinkah hati mereka telah menyatu dengan tambang itu snediri, tegar seperti tembaga dank eras laksana besi berlapis baja.?”
Polemik tentang tambang pun terus menghangat, bukan hanya penolakan dalam aksi nyata tapi juga lewat buah pikiran yang tertuang dalam berbagai media masa. Kita tentu masih ingat ketika opini berjudul “jangan bertindak bodoh dari Charles Beraf mendapat reaksi protes dari banyak pihak. Kita juga tentu masih ingat opini pro tambang dari Pak Alo Basri yang diserang oleh banyak pihak termasuk di dalamnya P. Aleks Jebadu dan Sil Ule. Ataukah yang terakhir opini dari Pater Step Tupen Witin yang berisi tanggapan terhadap Opini Rungamali yang mengklaim perjuangan tolak tambang sebagai perjuangan irasional.
Lalu kita bertanya, apa perbedaan antara dua kelompok ini.? Pater Eman Embu kemudian membedakan yang satu sebagai pegiat bisinis dan yang satunya lagi sebagai pegiat pastoral. Pegiat bisnis mewakili kaum kapitalis dan orang-orang bermodal yang ingin mengeksplorasi tambang sedangkan pegiat pastoral adalah mereka yang menyuarakan penolakan tambang demi nasib hidup orang banyak dan lingkungan. Baiklah saya mengajak kita semua untuk semenjak menjadi ‘pegiat bisnis dan pegiat pastoral’ demi suatu titik cerah dari polemik yang berkepanjangan ini sekaligus pada akhirnya nanti bisa menentukan sikap kita, bertahan sebagai pegiat bisnis atau pegiat pastoral.

II. Abstraksi Makalah
III. Pertanyaan Informatif
• Merujuk pada makalah, Apakah komunisme yang diterapkan Cina berasal dari Rusia?
Jawaban: perekonomian dengan sistem komunisme yang dikembangkan di cina terlebih dahulu dikembangkan di Rusia. Sistim perekonmian ini dinilai mampu mngangkat perekonmian Rusia, dan sekaligus meningkatkan kemakmuran hidup. Cina sebagai negara tetangga ternyata mengadopsi sistem perekonomian a la komunisme ini. Sistem perekonomian ini bahkan berekembang lebih pesat di Cina ketimbang Rusia sendiri.
• Apa maksud mitos globalisasi?
Jawaban: Yang dimaksudkan dengan mythos globalisasi dalam konteks ini adalah globalisasi yang sedari awalnya bertujuan sangat mulia demi keadilan dan kesejaterahan masyarakat global ternyata berbeda dalam kenyataan. Globalisasi justru memberi tekanan terhadap kaum kecil demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi kaum kapitalis dan orang-orang bermodal.
• Apakah kaum kapitalis itu buruk?
Jawaban: Kapitalisme tidak selamanya buruk, hanya ideologi yang di dalamnya yang tidak baik (penjelasan selanjutnya tanya pemakalah)

IV. Pertanyaan Diskusi
1. Gubernur NTT pernah mengeluarkan izin petrambangan di pulau Timor. Apakah sikap ini pantas dibuat ketika polemik tentag tambang masih hangat diwacanakan?
Jawaban:
• Tidak pantas dengan alasan karena terkesan terlalu terburu-buru. Ada kecurigaan bahwa ada kerja sama antara pihak pemerintah dan kaum kapitalis. Hal ini bisa terlihat dalam undang-undang Minerva yang masih mendukung posisi kaum kapitalis dan pemilik modal. Posisi gubernur sebagai birokrat disinyalir mendukung kepentingan kaum kapitalis dan pemilik modal.
• Keputusan yang dikeluarkan gubernur bukan hanya tidak pantas tapi juga tidak adil secara khusus terhadap masyarakat di Flores dan Timor. Keputusan ini diambil setelah rencana pertambangan di Flores belum terealisasi secara maksimal.
• Sikap gubernur di satu sisi dianggap pantas, karena tambang pada hakikatnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejarahan rakyat. Jika tidak dimanfaatkan tentunya akan sangat disayangkan, apalagi hasil survai mengatkan bahwa pertambangan di Flores dan Lembata sangat profitable, yang potensial mendatangkan keuntungan.
• Posisi gubernur tidak salah di sini, hanya saja pihak pemilik modal yang cenderung mengambil keuntungan yang lebih besar ketimbang sumbangan untuk kesejaterahan masyarakat.
• Sikap Gubernur tidak bisa dikatakan salah. Yang harus diperhatikan apakah keuntungan dan kerugian yang ditampilkan bagi masyarakat. Karena itu pemimpin harus memperhatikan kontrak kerja, sumbangan bagi masyarakat dan juga soal waktu pertambangan, serta efek terhadap lingkungan sekitarnya.
• Sikap Gubernur dinilai tidak berkaca pada realitas yang ada. Kegiatan pertambaagan banyak mendatangkan kerugian. Karena itu pertambangan harus memihak pada rakyat dan memperhatikan etika lingkungan hidup. Keputusan ini dinilai sangat tergesa-gesa.
• Akhirnya, tambang adalah lubang besar ternganga yang ditinggalkan para kapitalis. Sikap gubernur dinilai pantas jika telah ada pengkajian yang komprehensif terhadap efek dan kontribusi pertambangan terhadap masyarakat. Dan, sikap ini dinilai tidak pantas karena masih dalam polemik yang terus hangat dibicarakan. Dalam kaitannya dengan pertambangan di Flores dan Lembata, apabila Gubernur memberi izinan pertambangan, tentu saja ini dinilai tidak pantas karena masalah tambang masih hangat dibicarakan.
2. Kapitalisme a la komunisme macam mana yang bisa dikembangkan di Indonesia. Pengalaman menunjukkan bahwa paham komunisme telah meninggalkan kesan buruk di bumi Indonesia, dan bagaimana membalikan image buruk komunisme ini?
Jawaban:
• Sistim komunisme pertma sekali harus dibedakan dengan ideologi yang terkeandung di dalamnya. Bangsa Indonesia memang mempunyai catatan sejarah yang buram dengan segala sesuatu yang berbau komunisme tetapi sistim perekonomiannya tidak melulu diperhitungkan segala sesuatu yang amat negative. Dasar pemikirannya merujuk pad ide Karl Marx tentang teori upah buruh dimana hasil atau laba yang dibagikan secara bersama.
• Sistim komunisme tidak bisa diterapkan secara mutlak di Negara kita. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk menimba hal-hak yang baik (postif) dari sistim ini demi suatu kebaikan bersama. Jika sisitim tersebut sangat postif untuk perkembagan tingkat kemakmuran, why not?
• Hanya kita perlu membedakan sistim perekonomian a la komunisme dan sistim politiknya. Perekonomian di Cina memang sudah cukup maju tetapi itu dibarengi dengan sistim politik yang juga berbau komunis. Negara Indonesia tidak menganut paham komunisme karena itu kita cukup pesimis apakah sistim perekomian a la komunisme bisa dikembangkan di Indonesia.
• Sebuah pertanyaan lanjutan muncul, apakah perlu sistim perekonomian yang jelas dan pasti bagi Indonesia? Indonesia tidak mesti menerapkan suatu sistim perekonomian yang mutlak tetapi bisa menimba unsur-unsur atau nilai-nilai yang baik dari setiap sistim perekonomian yang bisa mendongkrak perkembangan ekonomi kita.
3. Di dalam makalah yang dipaparkan dua term yang menjadi kata kunci yakni globalisasi dan kapitalisme. Ada kesan bahwa pemakalah mereduksi makna globalisasi ke dalam kapitalisme?
Jawaban:
Berbicara tentang globalisasi tidak bisa dilepaspisahkan dari kapitalisme. Bagaimana pun juga globalisasi diatur dalam suatu skenario yang dimainkan oleh para kapitalis. Misalnya perusahan-perusahan besar yang memproduksi handphone dan berbagai barang produksi lainnya yang dipakai oleh masyarakat luas. Secara tidak langsung para pemilik modal mengatur globalisasi yang juiga turut mempengaruhi peradaban global. (Jawaban lebih lengkap silakan tanya ke pemakalah).
4. Sikap yang disepakati dalam kaitan dengan pertambangan ini?
Jawaban: TETAP MENOLAK, dengan alasan:
• Merujuk pada fakta empiris yang ada, pertambangan ternyata tidak memberikan banyak keuntungan tetapi malah mendatangkan kerugian, penindasan terhadap masyarakat kecil.
• Kesejaterahan ekonmomi bisa dikembangkan dalam sektor lain, bukan hanya pertambangan, semisal pertanian dan perkebunan.
• Ada indikasi kawin politik antara pemerintah dengan kaum kapitalis dan pemilik modal.
• Pertambangan meninggalkan kerusakan lingkungan dan hasil pembungannya (limbah) berdaya mematikan makhluk hidup lainnya.
• Pertambangan mesti selalu terlebih dahulu lewat observasi yang meyakinkan dan disertai dengan sosialisasi terhadap masyarakat.

5. Penutup (penegasan)
Tambang adalah lubang besar ternganga yang ditinggalkan oleh para kapitalis. Usaha kita sekarang adalah menutupi lubang besar ternganga itu, bukan sebaliknya membiarkan bumi kita terus ternganga di tangan kaum kapitalis dan pemilik modal. Karena itu kita sepakat untuk menolak tambang baik di NTT umumnya maupun di Lembata khususnya. Tambang bukan satu-satunya sektor vital yang mampu mengangkat tingkat kemakmuran kita.

V. Kata Akhir (ucapan terima kasih dan pemberitahuan dari seksi akademi)

Sie Akademi

1 ulasan: